Menguak Asal-Usul Misteri Keganasan Jenglot, Makhluk Misterius mematikan Penghisap Darah Manusia

Menguak Asal-Usul Misteri Keganasan Jenglot, Makhluk Misterius mematikan Penghisap Darah Manusia - Yogyakarta : 13 tahun kemarin, seputar akhir tahun 1997, tidak diduga saja ada “makhluk” misterius yang menjadi perbincangan. Perawakannya kecil dengan badan tidak lebih dari 12 cm serta rambutnya yang panjang, jarang serta kaku melalui kaki. Makhluk itu diberi nama jenglot. Beritanya, jenglot itu bukan benda mati. Konon dia hidup, akan tetapi tidak ada yang sempat tahu kapan berjalan. 

Menguak Asal-Usul Misteri Keganasan Jenglot, Makhluk Misterius mematikan Penghisap Darah Manusia


KALAU memandangnya dari pojok lainnya, yaitu dari pojok serta dunia simbolik kelompok beberapa dukun, jenglot disebutkan menjadi “mummy” yang konon berumur 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot diketemukan waktu beberapa paranormal alias dukun lakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972. 

Jenglot yang dipamerkan saat itu ada empat, semasing dikatakan sebagai jenglot, yang konon sejenis kelamin lelaki serta konon juga dapat menolong mengamankan pemiliknya dari semua jenis bahaya. Yang lainnya lagi ialah Bethoro Karang, pria ikut, konon dapat menolong kelancaran usaha, mengawasi keselamatan dan sebagainya. Lantas Bethoro Katon, konon sejenis kelamin wanita, dimana tidak hanya menolong memperlancar usaha dapat juga digunakan menjadi pengasih. 

Yang paling akhir, Begawan Kapiworo, tuturnya penjelmaan kera putih, ada jalinan dengan Anoman, memiliki padepokan Kendali Sodo. Jenglot sendiri menurut Abas ialah benda mati, bukan makhluk hidup. Walau jenglot bukan makhluk hidup, tapi daya spiritual jenglot masih hidup. Karenanya jenglot “harus dikasih makan”. Makanan jenglot ialah darah sejenis O serta wangi-wangian. Abas menyebutkan merk wangi-wangian yang tuturnya gampang didapatkan di pasar. 

Pakar Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia 
JENGLOT sempat dicheck dr Budi Sampurna DSF dibagian Forensik RSCM. Benda selama 10,65 cm, mirip boneka menyeramkan itu mempunyai sisi sama kepala, tubuh, tangan serta kaki dan rambut terurai selama 30 cm. Ukuran semasing terlihat seimbang. Akan tetapi, ukuran kuku-kuku jarinya dan taring begitu panjang. Taring muncul hampir selama ukuran kepala, kuku ikut panjang serta meruncing sampai bukan mustahil membuat bulu kuduk pemirsa berdiri. “Setiap 35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah digabung minyak javaron seperti jika beberapa orang memberi sesaji berbentuk kembang atau kemenyan,” kata Hendra. 

Tidak ada yang tahu apa darah itu betul-betul diminum ataukah tidak oleh makhluk seberat 37,2 gr itu. Menurut Hendra, pada tubuh jenglot masih tetap ada kehidupan. Sinyal kehidupan itu, menurut dia, bisa disaksikan dari bola matanya yang dapat beralih setiap waktu dan rambut serta kukunya yang memanjang. Apakah benar jenglot serta kawan-kawannya itu masih tetap hidup atau sekurang-kurangnya sempat hidup? Hendra dengan berani ajukan “tantangan” supaya beberapa pakar kedokteran menelitinya dengan netral. Nampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk mempelajari “kemanusiaan” jenglot. Tentunya bukan berdasar pada pengetahuan klenik, tetapi dengan medis berdasar pada ilmu dan pengetahuan. Jadi di hari Kamis, 25 September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk dicheck dengan medis. Ruangan forensik serta ruangan rontgent RSCM mendadak penuh sesak pengunjung. 

Mereka terbagi dalam paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan serta beberapa pengunjung RS yang tertarik lihat kehadiran jenglot yang di taruh dalam kotak kayu berukir itu. Pakar Forensik FKUI-RSCM, Budi Sampurna DSF menyampaikan, kontrol jenglot dengan latar belakang seperti yang sudah didapati penduduk luas adalah rintangan menarik buat dunia kedokteran untuk memberikan bukti dari sisi keilmuan. Menurut dr Budi, untuk menunjukkan kemanusiaan jenglot, maka dikerjakan deteksi dengan alat rontgent untuk tahu susunan tulangnya dan kontrol bahan basic kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya. 

Untuk kepentingan itu, pakar forensik ambil sampel berbahan yang disangka menjadi kulit atau daging jenglot dan sehelai rambutnya. Pemungutan sampel dilakuan sendiri oleh Hendra yang waktu hadir ke RSCM membawa juga tiga batang hio. “Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang terkena sawab-nya (dampak),” tuturnya tentang hio. 

Dokter Djaya Surya Atmaja lalu memphoto serta mengukur beberapa sisi “tubuh” jenglot. Sesudah itu dokter spesialis radiologi, dr Muh Ilyas mengecek jenglot memakai cahaya X. Dalam pemerikasaan selanjutnya Hendra menampik barang koleksinya dibedah. Faktanya, jasad Jenglot akan rusak. “Akibat tidak baik buat kita semua,” tuturnya. Selesai kontrol nyatanya akhirnya mengatakan jenglot tidak mempunyai susunan tulang. Hasil rontgent yang dilihat beberapa puluh wartawan, paramedis, mahasiswa praktik, nyatanya cuma tampilkan bentuk susunan mirip penyangga dari kepala sampai tubuh. Diluar itu tampak ikut jaringan kuku serta empat gigi selebihnya tidak ada. “Ada sisi jaringan sama daging, akan tetapi kita belumlah dapat pastikan apa itu daging atau bahan yang lain,” kata Muh Ilyas. 

Untuk mendapatkan hasil lebih mendalam, jadi jenglot di teliti dengan CT Scan. Nyatanya jenglot tidak mempunyai susunan seperti manusia walau kenampakan luar mirip manusia. Sekarang pihak Forensik FKUI-RSCM masih tetap mempelajari sampel kulit/daging dan rambut jenglot untuk tahu kelompok darah, DNA-nya. “Memakan waktu seputar tiga minggu,” tuturnya. 
Menyikapi hasil itu, Hendra menyampaikan, “Apa juga akhirnya kita mesti terima dong,” tuturnya. Majalah Gatra, Nomer 52/III, 15 November 1997 memberi laporannya tentang jenglot. Riset yang dikerjakan Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari Kampus Indonesia tunjukkan jika contoh kulit jenglot yang dicheck mempunyai karakter menjadi DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. “Saya kaget menjumpai fakta ini,” kata Djaja, doktor di bagian DNA forensik lulusan Kobe University, Jepang, 1995 
Akan tetapi Djaja menampik asumsi seakan dia mengaku jenglot menjadi manusia. “Tapi sampel yang saya mengambil dari jenglot tunjukkan karakter manusia,” tuturnya. Mengenai sampelnya berbentuk irisan kulit jenglot memiliki ukuran 1/2 luas kuku, yang terkelupas dari lengannya. Contoh kulit itu yang lalu ditelitinya di Laboratorium RSCM atas prakarsa serta cost pribadi. Spesimen seirisan kulit bawang itu lalu diekstraksi supaya DNA-nya keluar dari pokok sel. DNA adalah material genetik berbentuk basa protein panjang yang bangun susunan kromosom. Pada pokok sel manusia ada 23 pasang kromosom. Semasing dapat dipenggal-penggal jadi banyak lokus, satu unit yang bangun karakter bawaan spesifik. 

Djaja mengecek DNA Jenglot pada lokus nomer D1S80 dari kromosom 1 serta HLA-DQA1 dari kromosom 5, dan lima lokus spesial lainnya dengan tehnik PCR (polymerase chain reaction). Kontrol HLA-DLA-DQA1 memberi hasil positif. Berarti, spesimen Jenglot itu datang dari keluarga primata -bisa monyet, dapat juga manusia. Akan tetapi dari penyidikan atas lokus D1S80, Djaja mendapatkan kepastian jika sampel DNA itu berkarakteristik sama juga dengan manusia. 

Penemuan mengagetkan itu diperkokoh dengan analisis mesin PCR. “Hasilnya demikian, saya mesti katakan apakah,” kata hanya satu pakar DNA forensik Indonesia berumur 37 tahun itu. Hendra Hartanto senang dengar hasil riset Djaja. “Ini tersangkut peninggalan riwayat yang berusia 3.112 tahun,” tuturnya saat didapati Gatra di pameran Titel Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter, Jakarta Utara saat itu. 

Dokter Budi Pramono, yang sempat merontgen jenglot, terperanjat dengar hasil riset Djaja Surya. “Mirip bagaimana? Mesti jelas. Saya kok kurang yakin. Kelak saya akan mengonfirmasikan langsung ke Dokter Djaja,” tuturnya. Yang tentu, Budi tidak yakin bila jenglot dipandang hidup. “Makhluk hidup itu butuh makan serta bernapas. Lantas strukturnya butuh tulang, jantung, paru, dan sebagainya. Jenglot tidak memiliki itu semua,” tuturnya. 
Untuk menuturkan figur jenglot dengan komplet, kata Budi, butuh di teliti lebih jauh susunan anatominya, segi mikroskopis jaringannya, bahkan juga enzim yang berada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sudah sempat tertarik untuk mempelajari Jenglot. Akan tetapi sesudah Budi memberikan laporan jika jenglot tidak mempunyai kelengkapan organ menjadi makhluk, kemauan itu surut. Jenglot dipandang seperti karya mistik yang lain yang tidak memiliki kandungan rintangan ilmiah. Sampai lalu Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya, yang nyatanya berkarakteristik
Mantra Ilmu Ajian Pengasihan pelet suku banjar Terbukti Nyata Secara praktis tanpa puasa